Roma 4:1-25

Roma 4:1-25 Terjemahan Sederhana Indonesia (TSI)

Kepada orang Yahudi saya bertanya, bagaimana dengan leluhur kita Abraham? Kalau Abraham diterima sebagai orang benar di mata Allah karena perbuatan baiknya, maka dia punya alasan untuk membanggakan diri bahwa dia lebih baik daripada orang lain. Tetapi di hadapan Allah, Abraham tidak dapat membanggakan diri seperti itu, sebab inilah yang dikatakan Kitab Suci tentang dia, “Abraham percaya penuh kepada janji Allah, karena itu Allah menerima dia sebagai orang benar.” Perhatikanlah! Jika seseorang bekerja untuk majikannya, upah yang dia terima tidak dianggap sebagai hadiah, melainkan sebagai haknya. Namun, jika seseorang tidak mengandalkan hasil usahanya sendiri dan hanya percaya penuh kepada janji Allah, maka berkat yang dia terima dianggap sebagai hadiah. Begitulah yang terjadi pada kita! Allah mengampuni kejahatan kita masing-masing tanpa menghitung perbuatan baik kita, lalu Dia menerima kita sebagai orang yang hidupnya benar. Raja Daud pun merasakan kebaikan Allah itu dan menulis tentang berkat yang Allah berikan kepada seseorang tanpa memperhatikan perbuatan-perbuatan baiknya. Daud berkata, “Sungguh diberkati Allah orang yang diampuni pelanggaran dan dosa-dosanya! Sungguh diberkati Allah orang yang dosa-dosanya tidak lagi dihitung-hitung!” Apakah berkat itu hanya untuk orang Yahudi saja sebagai bangsa yang bersunat? Atau apakah untuk orang dari bangsa-bangsa lain juga? Tadi kita sudah melihat bahwa Abraham dibenarkan Allah karena dia percaya penuh kepada Allah. Kapan hal itu terjadi? Sebelum atau sesudah dia disunat? Ya, itu terjadi sebelum dia disunat. Abraham diterima Allah sebagai orang benar, barulah kemudian dia disunat sebagai tanda bahwa dia sudah diterima oleh Allah. Dengan begitu jelaslah bahwa Abraham adalah bapak semua orang percaya, termasuk yang tidak bersunat. Dengan percaya penuh kepada janji Allah, mereka juga diterima oleh Allah sebagai orang benar. Abraham juga bapak dari orang yang disunat. Tetapi bukan karena sunat itulah orang Yahudi diperhitungkan sebagai keturunan Abraham. Orang Yahudi menjadi keturunan sejati Abraham hanya jika mereka percaya kepada Allah seperti Abraham percaya sebelum dia disunat. Allah berjanji untuk memberikan dunia ini kepada Abraham dan keturunannya. Perhatikanlah bahwa janji Allah diberikan bukan karena Abraham taat kepada hukum Taurat, melainkan karena dia percaya penuh kepada janji Allah, lalu diterima Allah sebagai orang benar. Kalau yang diberkati Allah hanya orang yang melakukan hukum Taurat, berarti janji Allah kepada Abraham omong kosong saja. Artinya sia-sialah juga kita percaya seperti Abraham percaya. Hukum Taurat tidak bisa membawa berkat, tetapi hanya menyebabkan murka Allah waktu kita melanggarnya. Pada zaman Abraham belum ada hukum Taurat, berarti tidak ada peraturan yang dilanggar. Jadi, kunci untuk dibenarkan di mata Allah adalah percaya penuh! Orang-orang yang percaya penuh kepada-Nya akan menerima berkat dari janji Allah seperti yang terjadi kepada Abraham. Allah mengatur cara itu supaya pembenaran berdasarkan janji merupakan hadiah yang diberikan secara cuma-cuma. Dan kalau janji itu adalah hadiah, artinya semua keturunan Abraham secara rohani pasti akan menerimanya. Janji itu bukan hanya untuk keturunannya yang hidup sesuai hukum Taurat, tetapi juga untuk keturunan yang percaya penuh seperti dia. Di hadapan Allah, secara rohani Abraham adalah nenek moyang kita semua. Hal itu sesuai dengan yang tertulis tentang Abraham dalam Kitab Suci, “Aku akan menjadikan engkau bapak dari banyak bangsa.” Abraham mempercayai perkataan Allah itu karena dia tahu bahwa Allahlah yang sanggup menghidupkan orang mati. Dan dia percaya bahwa Allah, melalui perkataan-Nya saja, dapat menciptakan hal-hal yang belum pernah ada menjadi ada. Pada waktu itu, tidak ada harapan bagi Abraham untuk mempunyai anak, tetapi Abraham terus berharap kepada Allah dan percaya pada janji-Nya. Hal itulah yang membuatnya menjadi bapak bagi banyak bangsa, tepat seperti kata Allah kepadanya, “Keturunanmu akan menjadi sangat banyak.” Saat itu Abraham sudah hampir seratus tahun. Sara juga sudah terlalu tua untuk bisa mengandung. Namun, keadaan tubuh mereka itu tidak melemahkan keyakinan Abraham pada janji Allah. Abraham tidak setengah hati dalam mempercayai bahwa Allah dapat melakukan apa yang sudah dijanjikan kepadanya. Dia menguatkan hati untuk menghormati Allah. Maka Abraham semakin percaya, bahkan yakin sepenuhnya bahwa Allah mampu melakukan apa yang sudah Dia janjikan. Itulah sebabnya Abraham “diterima Allah sebagai orang yang hidupnya benar.” Kata-kata “diterima sebagai orang yang hidupnya benar” tidak hanya ditulis tentang Abraham, tetapi juga tentang kita yang sudah diterima Allah sebagai orang benar, yakni kita yang percaya penuh kepada Allah yang sudah menghidupkan kembali Yesus Penguasa kita dari kematian. Yesus sudah diserahkan sampai mati disalib karena pelanggaran kita, dan Dia sudah dihidupkan kembali dari kematian supaya kita bisa dibenarkan di hadapan Allah.

Roma 4:1-25 Alkitab dalam Bahasa Indonesia Masa Kini (BIMK)

Kalau begitu, apakah yang dapat kita katakan tentang Abraham, nenek moyang bangsa kita? Bagaimanakah pengalamannya? Kalau hal-hal yang dilakukannya menyebabkan Allah menerima dia sebagai orang yang menyenangkan hati Allah, maka ada juga alasan baginya untuk berbangga-bangga. Tetapi ia tidak dapat berbangga di hadapan Allah. Dalam Alkitab tertulis, “Abraham percaya kepada Allah, dan karena kepercayaannya ini ia diterima oleh Allah sebagai orang yang menyenangkan hati Allah.” Orang yang bekerja, menerima gaji; dan gajinya tidak dianggap sebagai suatu pemberian, sebab itu adalah haknya. Tetapi ada orang yang tidak bergantung pada usahanya sendiri; ia mempercayakan dirinya kepada Allah yang menyatakan orang berdosa bebas dari kesalahan. Berdasarkan percayanya itulah Allah menerima orang itu sebagai orang yang menyenangkan hati Allah. Begitulah pendapat Daud juga; itu sebabnya ia mengucapkan selamat berbahagia kepada orang yang oleh Allah sudah diterima sebagai orang yang menyenangkan hati-Nya, tanpa Allah memperhatikan perbuatan-perbuatan orang itu. Daud berkata begini, “Berbahagialah orang yang kesalahan-kesalahannya dimaafkan dan dosa-dosanya diampuni Allah! Berbahagialah orang yang dosa-dosanya tidak dituntut oleh Tuhan!” Apakah ucapan berbahagia ini ditujukan hanya kepada orang-orang yang menuruti peraturan sunat saja? Ataukah juga kepada orang-orang yang tidak menuruti peraturan sunat? Sudah kami sebut sebelumnya, bahwa Abraham diterima oleh Allah sebagai orang yang menyenangkan hati-Nya, karena Abraham percaya kepada Allah. Nah, kapankah Allah menyatakan hal itu? Sebelum atau sesudah Abraham disunat? Memang sebelum ia disunat, bukan sesudahnya. Ia disunat kemudian, dan sunatnya itu hanya sebagai tanda bahwa Allah sudah menerimanya sebagai orang yang menyenangkan hati Allah, karena percaya kepada Allah. Ia diterima oleh Allah pada waktu ia masih belum mengikuti peraturan sunat. Dan Abraham menjadi bapak secara rohani bagi semua orang yang percaya kepada Allah, dan yang karenanya sudah diterima oleh Allah sebagai orang yang menyenangkan hati-Nya, walaupun mereka tidak mengikuti peraturan sunat. Abraham juga bapak rohani untuk orang-orang yang mengikuti peraturan sunat. Ia bapak rohani mereka bukan hanya karena mereka mengikuti peraturan sunat, tetapi juga karena mereka hidup dengan percaya kepada Allah, sama seperti Abraham pada waktu ia belum mengikuti peraturan sunat. Allah berjanji kepada Abraham dan keturunannya bahwa dunia ini akan menjadi milik Abraham. Allah berjanji begitu bukan karena Abraham taat kepada hukum agama Yahudi, tetapi karena ia percaya kepada Allah sehingga ia diterima oleh Allah sebagai orang yang menyenangkan hati-Nya. Sebab kalau hanya orang-orang yang taat kepada hukum-hukum agama Yahudi saja yang akan menerima apa yang dijanjikan oleh Allah, maka percaya kepada Allah tidak berguna sama sekali, dan janji Allah pun kosong belaka. Hukum agama Yahudi mendatangkan hukuman Allah. Tetapi kalau hukum tidak ada, maka pelanggaran pun tidak ada. Jadi janji Allah itu berdasarkan percayanya orang kepada Allah. Itu menjadi suatu jaminan kepada semua keturunan Abraham bahwa janji itu diberikan kepada mereka sebagai suatu pemberian yang cuma-cuma dari Allah; bukan hanya kepada mereka yang taat kepada hukum agama Yahudi saja, tetapi juga kepada mereka yang percaya kepada Allah sama seperti Abraham percaya kepada-Nya. Sebab Abraham adalah bapak kita semua secara rohani. Sebab Allah berkata begini kepada Abraham, “Aku sudah menjadikan engkau bapak untuk banyak bangsa.” Demikianlah Allah memberikan janji itu kepada Abraham. Dan Abraham percaya kepada-Nya. Dialah Allah yang menghidupkan orang mati; Dialah juga Allah yang dengan berkata saja membuat apa yang tidak pernah ada menjadi ada. Abraham terus saja berharap dan percaya meskipun tidak ada harapan lagi. Karena itu ia menjadi bapak banyak bangsa. Seperti yang tertulis dalam Alkitab, “Keturunanmu akan menjadi banyak sekali.” Abraham pada waktu itu tahu bahwa ia sudah tidak mungkin lagi mempunyai keturunan, sebab badannya sudah terlalu tua dan umurnya sudah hampir seratus tahun; lagipula Sara, istrinya itu, mandul. Namun iman Abraham tidak menjadi berkurang. Ia tetap percaya dan tidak ragu-ragu akan janji Allah. Malah imannya menjadikan dia bertambah kuat, sehingga ia memuji-muji Allah. Ia percaya sekali bahwa Allah dapat melakukan apa yang sudah dijanjikan-Nya. Itu sebabnya Abraham diterima oleh Allah sebagai orang yang menyenangkan hati Allah. Perkataan “diterima sebagai orang yang menyenangkan hati Allah” tertulis bukan hanya untuk Abraham sendiri saja, tetapi juga untuk kita. Kita juga akan diterima sebagai orang yang sudah menyenangkan hati Allah, karena kita percaya kepada Allah yang menghidupkan Yesus, Tuhan kita, dari kematian. Yesus itu sudah diserahkan untuk dibunuh karena dosa-dosa kita; lalu Ia dihidupkan kembali oleh Allah untuk memungkinkan kita berbaik kembali dengan Allah.

Roma 4:1-25 Firman Allah Yang Hidup (FAYH)

SEBAGAI manusia, Abraham adalah bapa leluhur bangsa Yahudi. Bagaimanakah pengalamannya mengenai hal diselamatkan karena iman itu? Apakah ia diterima oleh Allah karena berbuat baik? Jika demikian halnya, ia memiliki sesuatu yang dapat dibanggakannya. Tetapi dari sudut pandang Allah, Abraham tidak mempunyai alasan apa pun untuk membanggakan diri. Sebab Kitab Suci mengatakan bahwa Abraham percaya kepada Allah, dan Allah menerima dia sebagai orang benar. Tetapi bukankah ia memperoleh hak untuk masuk surga karena segala perbuatan baik yang dilakukannya? Bukan, sebab keselamatan adalah suatu pemberian. Seandainya orang dapat memperolehnya dengan berbuat baik, maka keselamatan itu bukan lagi pemberian. Keselamatan diberikan dengan cuma-cuma kepada mereka yang tidak bekerja untuk memperolehnya, sebab Allah menyatakan bahwa orang-orang berdosa menjadi benar dalam pandangan-Nya, bila mereka percaya bahwa Kristus dapat menyelamatkan mereka dari murka Allah. Tentang hal ini Raja Daud berkata dengan menggambarkan kebahagiaan orang berdosa yang tidak layak dikasihani, yang oleh Allah dinyatakan “benar”. “Berbahagialah orang yang dosa-dosanya telah diampunkan dan dihapuskan,” katanya. “Betapa bahagianya orang yang dosa-dosanya tidak lagi diperhitungkan Tuhan.” Sekarang timbullah pertanyaan: Apakah berkat itu diberikan hanya kepada mereka yang memercayai Kristus dan juga menaati hukum-hukum Yahudi, ataukah juga diberikan kepada mereka yang tidak menaati hukum-hukum Yahudi, tetapi hanya memercayai Kristus? Bagaimanakah halnya dengan Abraham? Kita katakan bahwa ia menerima berkat itu karena imannya, dan Allah menerima dia sebagai orang benar. Apakah hanya karena iman semata-mata? Atau juga karena ia menaati hukum-hukum Yahudi? Untuk mendapat jawaban pertanyaan di atas, jawablah dahulu pertanyaan ini: Bilamanakah Allah memberikan berkat tersebut kepada Abraham, sebelum atau sesudah khitannya? Berkat diberikan sebelum ia menjalani upacara khitan. Baru kemudian, sesudah Allah berjanji akan memberkati dia karena imannya, ia dikhitan. Upacara khitan itu adalah suatu tanda bahwa Abraham sudah beriman dan bahwa Allah telah menerimanya dan menyatakan dia benar dalam pandangan-Nya sebelum upacara itu. Dengan demikian, Abraham adalah bapa rohani orang-orang yang percaya dan yang diselamatkan tanpa menaati hukum-hukum bangsa Yahudi. Jadi, dapat kita lihat bahwa mereka yang tidak memegang hukum-hukum itu dibenarkan oleh Allah karena iman. Abraham juga adalah bapa rohani orang Yahudi yang telah dikhitan. Dengan mengambil Abraham sebagai teladan, mereka mengerti bahwa bukan upacara itu yang menyelamatkan mereka, sebab Abraham menyukakan hati Allah semata-mata karena iman, sebelum ia dikhitan. Jelaslah bahwa janji Allah untuk memberikan seluruh dunia kepada Abraham dan keturunannya bukanlah karena Abraham taat kepada hukum-hukum Allah, melainkan karena ia percaya bahwa Allah akan menepati janji-Nya. Oleh karena itu, bila Saudara masih beranggapan bahwa berkat-berkat Allah ditujukan hanya kepada mereka “yang cukup baik”, maka Saudara seolah-olah mengatakan bahwa janji-janji Allah kepada mereka yang beriman itu tidak mempunyai arti apa-apa, dan bahwa iman itu suatu hal yang bodoh. Tetapi kenyataannya adalah seperti berikut: apabila kita berusaha memperoleh berkat-berkat Allah dan keselamatan-Nya dengan menaati hukum-hukum-Nya, pada akhirnya kita selalu kena murka, sebab kita selalu gagal menaati hukum-hukum itu. Satu-satunya jalan untuk tidak melanggar hukum ialah tidak memiliki hukum untuk dilanggar! Jadi, berkat-berkat Allah itu diberikan kepada kita karena iman, sebagai suatu pemberian cuma-cuma. Apakah kita mengikuti adat istiadat Yahudi atau tidak, kita pasti memperoleh berkat-berkat itu, asal saja kita mempunyai iman seperti iman Abraham, sebab dalam hal iman, Abraham adalah bapa kita semua. Itulah yang dimaksudkan oleh Kitab Suci, ketika disebutkan bahwa Allah menjadikan Abraham bapa banyak bangsa. Allah mau menerima semua orang dari segala bangsa yang percaya kepada Allah seperti Abraham. Janji itu dari Allah sendiri yang menghidupkan orang mati dan yang memanggil yang tidak ada menjadi ada. Maka ketika Allah memberi tahu Abraham bahwa Ia akan memberinya seorang putra yang akan menurunkan suatu bangsa yang besar, Abraham percaya kepada Allah, meskipun janji itu tampaknya mustahil terpenuhi. Dan karena imannya teguh, ia tidak merasa khawatir mengenai kenyataan bahwa pada usia seratus tahun ia sudah terlampau tua untuk menjadi seorang ayah, dan bahwa Sara, istrinya, pada usia sembilan puluh tahun juga sudah terlalu tua untuk melahirkan anak. Tetapi Abraham tidak pernah bimbang. Ia percaya kepada Allah. Imannya tumbuh semakin teguh, dan ia memuji Allah atas berkat-Nya itu, bahkan sebelum berkat itu diterima. Ia benar-benar yakin bahwa Allah dapat melakukan segala yang dijanjikan-Nya. Allah mengampunkan dosa-dosa Abraham karena imannya dan menerima dia sebagai orang benar. Pernyataan yang menakjubkan ini, yaitu bahwa ia diterima dan dibenarkan karena imannya, tidak hanya bagi Abraham saja. Janji itu juga bagi kita, dan memberi kepastian kepada kita bahwa Allah akan menerima kita sama seperti Ia menerima Abraham—apabila kita memercayai janji-janji Allah yang membangkitkan Yesus, Tuhan kita, dari antara orang mati. Yesus mati karena dosa kita dan Ia bangkit lagi untuk membenarkan kita di hadapan Allah.

Roma 4:1-25 Perjanjian Baru: Alkitab Mudah Dibaca (AMD)

Lalu apa yang bisa kita katakan tentang Abraham, leluhur bangsa kita? Jika Abraham dianggap benar karena perbuatannya, ia mempunyai sesuatu untuk dibanggakan, tetapi bukan di hadapan Allah. Ini jelas menurut apa yang dikatakan Kitab Suci? “Abraham percaya kepada Allah, dan sebab imannya ini, Allah menerimanya sebagai seorang yang telah berbuat apa yang benar.” Ketika kamu bekerja, gajimu tidak dianggap sebagai hadiah, tetapi sebagai utang kepadamu karena bekerja. Tetapi jika, sebaliknya bekerja, kamu beriman kepada Allah, maka Ia akan menerimamu sebagai orang yang melakukan apa yang benar. Allah melakukan ini bahkan untuk orang yang tidak menghormati-Nya. Daud juga mengatakan hal yang sama mengenai hal ini. Menurutnya, orang yang berbahagia adalah orang yang diterima Allah sebagai orang benar, bukan karena perbuatan yang ia lakukan. Berbahagialah orang yang pelanggaran-pelanggarannya dimaafkan, dan yang dosa-dosanya diampuni. Berbahagialah orang yang dosanya tidak diperhitungkan oleh Tuhan! Apakah berkat ini hanya untuk orang-orang bersunat atau juga untuk orang-orang yang tidak bersunat? Kami sudah katakan bahwa “itu adalah karena iman Abraham sehingga ia diterima sebagai seorang yang telah melakukan apa yang benar.” Bagaimana hal itu bisa terjadi? Apakah hal itu terjadi ketika Abraham disunat atau sebelum ia disunat? Allah menerimanya sebelum sunatnya. Abraham disunat untuk menunjukkan bahwa Allah telah menerima dia sebagai benar. Abraham diterima karena imannya kepada Allah. Dan ini sebelum ia disunat. Dengan begitu, Abraham menjadi bapak bagi semua orang percaya yang belum disunat. Seperti Abraham, mereka juga diterima sebagai orang-orang yang benar dengan Allah karena iman mereka. Dan Abraham adalah bapak dari orang-orang bersunat, tetapi bukan hanya karena mereka disunat. Ia adalah bapak mereka karena mereka beriman kepada Allah sebagaimana Abraham percaya sebelum ia disunat. Allah berjanji kepada Abraham dan keturunannya untuk memberikan mereka seluruh dunia ini. Tetapi mengapa Allah membuat janji ini? Itu bukan karena Abraham mengikuti hukum Taurat. Sebaliknya, karena Ia percaya kepada Allah dan diterima sebagai benar. Umat Allah akan mewarisi semua yang dijanjikan kepada Abraham, tetapi bukan karena mereka mengikuti hukum Taurat. Jika kita harus menaati hukum Taurat untuk menerima apa yang dijanjikan Allah, maka iman Abraham tidak ada artinya dan janji Allah menjadi sia-sia. Aku berkata begitu, karena hukum Taurat hanya mendatangkan kemarahan Allah kepada mereka yang tidak menaati-Nya. Tetapi jika hukum Taurat tidak ada, maka tidak ada yang perlu dilanggar. Jadi, orang-orang mendapatkan apa yang Allah janjikan dengan beriman kepada-Nya. Berkat yang dijanjikan Allah adalah anugerah yang cuma-cuma. Dan semua keturunan Abraham pasti akan menikmati berkat-berkat tersebut. Janji itu bukan hanya untuk orang yang hidup di bawah hukum Taurat, tetapi juga untuk orang yang memiliki iman seperti Abraham. Ia adalah bapak kita semua. Seperti yang dikatakan Kitab Suci, “Aku telah menjadikanmu bapak dari banyak bangsa.” Ketika Abraham mendengar janji ini, ia beriman kepada Allah. Ialah Allah yang memberi hidup kepada orang mati dan dengan perintah-Nya terjadilah apa yang tidak ada sebelumnya. Tidak ada harapan bahwa Abraham akan mempunyai anak, tetapi Abraham tetap beriman pada Allah dan terus berharap. Itulah sebabnya ia menjadi bapak bagi banyak bangsa. Sebagaimana yang dikatakan Allah kepadanya, “Engkau akan mempunyai banyak keturunan.” Saat itu Abraham berumur hampir 100 tahun. Ia sudah terlalu tua untuk mempunyai anak. Dan rahim Sarah juga sudah tertutup. Abraham tahu keadaannya ini, tetapi imannya kepada Allah tidak pernah tergoyah. Abraham tidak pernah meragukan janji Allah. Ia tidak pernah berhenti percaya. Sebaliknya, iman Abraham kepada Allah bertumbuh semakin kuat dan ia memuliakan Allah. Abraham yakin sepenuhnya bahwa Allah sanggup melakukan apa yang telah Ia janjikan. Jadi, itulah alasan mengapa “ia diterima sebagai seorang yang telah melakukan apa yang benar.” Kata-kata, “ia diterima” ditulis bukan hanya untuk Abraham. Kata-kata itu ditulis untuk kita juga. Allah juga akan menerima kita karena kita percaya. Kita percaya kepada Dia yang sudah membangkitkan Yesus, Tuhan kita dari kematian. Yesus telah diserahkan untuk mati karena dosa-dosa kita, dan Yesus dibangkitkan dari kematian untuk membuat kita benar dengan Allah.

Roma 4:1-25 Alkitab Terjemahan Baru (TB)

Jadi apakah akan kita katakan tentang Abraham, bapa leluhur jasmani kita? Sebab jikalau Abraham dibenarkan karena perbuatannya, maka ia beroleh dasar untuk bermegah, tetapi tidak di hadapan Allah. Sebab apakah dikatakan nas Kitab Suci? ”Lalu percayalah Abraham kepada Tuhan, dan Tuhan memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran.” Kalau ada orang yang bekerja, upahnya tidak diperhitungkan sebagai hadiah, tetapi sebagai haknya. Tetapi kalau ada orang yang tidak bekerja, namun percaya kepada Dia yang membenarkan orang durhaka, imannya diperhitungkan menjadi kebenaran. Seperti juga Daud menyebut berbahagia orang yang dibenarkan Allah bukan berdasarkan perbuatannya: ”Berbahagialah orang yang diampuni pelanggaran-pelanggarannya, dan yang ditutupi dosa-dosanya; berbahagialah manusia yang kesalahannya tidak diperhitungkan Tuhan kepadanya.” Adakah ucapan bahagia ini hanya berlaku bagi orang bersunat saja atau juga bagi orang tak bersunat? Sebab telah kami katakan, bahwa kepada Abraham iman diperhitungkan sebagai kebenaran. Dalam keadaan manakah hal itu diperhitungkan? Sebelum atau sesudah ia disunat? Bukan sesudah disunat, tetapi sebelumnya. Dan tanda sunat itu diterimanya sebagai meterai kebenaran berdasarkan iman yang ditunjukkannya, sebelum ia bersunat. Demikianlah ia dapat menjadi bapa semua orang percaya yang tak bersunat, supaya kebenaran diperhitungkan kepada mereka, dan juga menjadi bapa orang-orang bersunat, yaitu mereka yang bukan hanya bersunat, tetapi juga mengikuti jejak iman Abraham, bapa leluhur kita, pada masa ia belum disunat. Sebab bukan karena hukum Taurat telah diberikan janji kepada Abraham dan keturunannya, bahwa ia akan memiliki dunia, tetapi karena kebenaran, berdasarkan iman. Sebab jika mereka yang mengharapkannya dari hukum Taurat, menerima bagian yang dijanjikan Allah, maka sia-sialah iman dan batallah janji itu. Karena hukum Taurat membangkitkan murka, tetapi di mana tidak ada hukum Taurat, di situ tidak ada juga pelanggaran. Karena itulah kebenaran berdasarkan iman supaya merupakan kasih karunia, sehingga janji itu berlaku bagi semua keturunan Abraham, bukan hanya bagi mereka yang hidup dari hukum Taurat, tetapi juga bagi mereka yang hidup dari iman Abraham. Sebab Abraham adalah bapa kita semua, – seperti ada tertulis: ”Engkau telah Kutetapkan menjadi bapa banyak bangsa” – di hadapan Allah yang kepada-Nya ia percaya, yaitu Allah yang menghidupkan orang mati dan yang menjadikan dengan firman-Nya apa yang tidak ada menjadi ada. Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Abraham berharap juga dan percaya, bahwa ia akan menjadi bapa banyak bangsa, menurut yang telah difirmankan: ”Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu.” Imannya tidak menjadi lemah, walaupun ia mengetahui, bahwa tubuhnya sudah sangat lemah, karena usianya telah kira-kira seratus tahun, dan bahwa rahim Sara telah tertutup. Tetapi terhadap janji Allah ia tidak bimbang karena ketidakpercayaan, malah ia diperkuat dalam imannya dan ia memuliakan Allah, dengan penuh keyakinan, bahwa Allah berkuasa untuk melaksanakan apa yang telah Ia janjikan. Karena itu hal ini diperhitungkan kepadanya sebagai kebenaran. Kata-kata ini, yaitu ”hal ini diperhitungkan kepadanya,” tidak ditulis untuk Abraham saja, tetapi ditulis juga untuk kita; sebab kepada kita pun Allah memperhitungkannya, karena kita percaya kepada Dia, yang telah membangkitkan Yesus, Tuhan kita, dari antara orang mati, yaitu Yesus, yang telah diserahkan karena pelanggaran kita dan dibangkitkan karena pembenaran kita.