Membangun Hubungan yang SehatSampel

Berani Membuat Batasan yang Sehat
Di era digital sekarang ini yang terkesan tanpa batasan, kita seolah-olah dapat terhubung dengan siapa saja dan kapan saja. Kita dapat terhubung dengan seorang public figure dan mengirimkan DM (Direct Message) ke sosial medianya. Ketika orang tersebut membalas pesan kita, kita merasa sudah membina hubungan dengannya. Namun sebaliknya, bila kita tidak mendapat balasan, kita mungkin merasa tertolak. Orang itu dapat memberi pengaruh kepada kehidupan kita sedemikian rupa meski kita tidak bertemu dengannya secara fisik. Bila kita tidak memiliki batasan yang sehat dalam sebuah hubungan, kita bisa jadi membina hubungan yang memberi pengaruh tidak baik dalam hidup kita.
Apa itu batasan (boundaries)? Menurut Dr. Henry Cloud dan Dr. John Townsend, batasan mendefinisikan apa yang adalah jati diri kita, dan apa yang bukan jati diri kita. Batasan menunjukkan teritori mana yang milik kita dan mana yang milik orang lain, yang menuntun kita memiliki rasa tanggung jawab (responsibility) dan kepemilikan (ownership).
Batasan ibarat sebuah pagar dalam suatu properti. Pagar tersebut melindungi kita dari apa yang tidak baik sehingga tetap berada di luar dan tidak memasuki teritori kita. Pagar itu juga melindungi agar apa yang baik di dalam tetap terjaga. Paulus mengingatkan dalam 1 Korintus 15:33, “Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik.” Pagar memiliki pintu yang dapat kita dapat buka atau tutup, tergantung siapa yang kita hadapi. Pagar bukan berfungsi sebagai tembok yang membuat semua orang tidak dapat mengakses kehidupan kita juga.
Meski tidak terlihat, dalam sebuah hubungan juga ada batasan-batasan yang perlu diterapkan untuk melindungi nilai baik yang ada di dalam diri kita sekaligus menjaga agar pengaruh buruk tidak masuk. Ibarat sebuah rumah, ada hubungan yang layaknya berada di pintu depan saja, ada yang dapat masuk ke ruang tamu, kemudian ruang keluarga, dan yang paling intim, kita izinkan berada di dalam kamar tidur. Tidak semua orang kita berikan akses dengan mudah dan cepat untuk memasuki bagian paling intim dalam hidup kita. Hubungan perlu dibangun dengan berlandaskan kepercayaan yang membutuhkan proses dan waktu yang cukup. Banyak permasalahan dalam hubungan kita adalah karena kita salah menempatkan prioritas dan memberikan akses kepada orang-orang yang tidak seharusnya berada di sana.
Salah satu tanda bahwa kita memiliki batasan yang lemah adalah ketika kita kesulitan untuk berkata "tidak" kepada orang lain. Kita mungkin merasa tidak enak, takut terhadap reaksi mereka, takut mengecewakan, atau merasa perlu untuk selalu menyenangkan orang lain. Namun, Yesus mengajarkan, "Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari itu berasal dari si jahat." (Matius 5:37).
Ketika kita mengiyakan permintaan seseorang namun sebenarnya di dalam hati kita berkata "tidak," itu berarti kita tidak jujur dengan orang tersebut. Hal ini juga berpengaruh negatif terhadap kesehatan emosional kita. Salah satu prinsip dalam menetapkan batasan adalah tanggung jawab: kita bertanggung jawab atas pilihan kita sendiri, tetapi kita tidak bertanggung jawab atas reaksi atau perasaan orang lain.
Yesus juga menerapkan prinsip batasan ini saat menyembuhkan orang sakit kusta. Kabar tentang mukjizat-Nya tersebar luas, dan banyak orang berbondong-bondong kepada-Nya untuk mendengar pengajaran-Nya dan disembuhkan dari penyakit mereka (Lukas 5:15). Ini adalah kesempatan yang baik untuk menyembuhkan lebih banyak orang dan memberitakan Injil keselamatan, bukan? Namun, Yesus tahu apa yang menjadi prioritas-Nya. Ayat berikutnya mengatakan, "Akan tetapi Ia mengundurkan diri ke tempat-tempat yang sunyi dan berdoa." (Lukas 5:16).
Yesus menghadapi pilihan antara melayani orang banyak atau menghabiskan waktu pribadi-Nya bersama Allah Bapa. Ia memilih untuk membatasi pelayanannya kepada orang banyak pada saat itu dan lebih memilih bersekutu dengan Allah Bapa.
Prinsip batasan bukan hanya untuk melindungi kita dari pengaruh yang buruk, tetapi juga dari hal-hal yang tampak baik (seperti pelayanan), namun bukan pada waktunya atau di luar kapasitas kita saat itu. Banyak orang yang terlalu sibuk dengan pelayanan, tetapi kehilangan kedekatannya dengan Tuhan. Yesus memberikan teladan bagi kita agar kita dapat menerapkan batasan sehat dalam hubungan, prioritas, dan waktu kita.
Bagian mana dalam hidup Anda hari ini yang memerlukan batasan yang sehat? Berdoalah untuk hikmat dan keberanian untuk berlatih menerapkannya.
Bagian mana dalam hidup Anda yang ternyata telah dibangun sebuah tembok besar, yang membuat orang lain sulit masuk ke dalam kehidupan Anda? Berdoalah juga agar Anda memiliki keberanian untuk membuka diri kepada orang yang tepat, menjadi rentan, dan dapat bertumbuh bersama dengan orang tersebut.
Berani untuk menetapkan batasan adalah berani untuk mengasihi diri kita sendiri meski dengan risiko mengecewakan orang lain. – Brene Brown
Firman Tuhan, Alkitab
Tentang Rencana ini

Di era yang mengedepankan kebebasan ekspresi individu, menavigasi hubungan menjadi penuh paradoks dan dapat menyebabkan kita kebingungan. Kita perlu belajar mengenali rancangan Tuhan terhadap hubungan, yang memiliki batasan-batasan sehat dan berakar kuat dalam kasih-Nya. Dengan nilai-nilai kerajaan Allah, kita dapat berbuah dalam setiap hubungan dan membangun support system yang kuat dan Alkitabiah.
More
Kami mengucapkan terima kasih kepada Jakarta Praise Community Church yang telah menyediakan rencana ini. Untuk informasi lebih lanjut, silakan mengunjungi: jpcc.org