Jalan Serta Yesus | 7 Hari Saat Teduh untuk Menyambut PaskahSampel
Kota yang Menolak Rajanya
Seorang pendeta bercerita bahwa dia telah beberapa kali memimpin perjalanan ziarah ke Holy Land atau daerah-daerah di sekitar Israel dan Palestina, pada tempat-tempat ketika Yesus melayani di bumi. Dalam tiap perjalanannya, seluruh rombongan sangat antusias, padahal mereka baru sampai di bandara keberangkatan, belum di tujuan.
Antusiasme yang sama—bahkan lebih besar—ini jugalah yang mungkin dirasakan oleh para peziarah di zaman Yesus. Mereka adalah orang-orang Yahudi yang hidup tersebar di sekitaran Laut Mediterania. Menjelang Paskah yang dimaknai umat Yahudi sebagai hari keluarnya bangsa Israel dari Mesir, mereka melakukan perjalanan panjang menuju Yerusalem seperti yang diperintahkan oleh Hukum Musa. Tentunya ini bukan perjalanan dalam hitungan jam. Pada masa dunia kuno, transportasi yang paling lumrah adalah dengan berjalan kaki, menunggangi keledai, atau menaiki kapal yang keseluruhannya memakan waktu berhari-hari.
Saat mendekati Yerusalem dan melewati Bukit Zaitun, pemandangan kota dan Bait Allah menyambut mereka. Rasa lelah karena perjalanan panjang akan berganti dengan sukacita dan kegembiraan ketika mereka melihat Bait Allah yang bagi umat Yahudi memiliki makna lebih besar daripada sekadar tempat ibadah. Bagi mereka, Bait Allah melambangkan kehadiran Allah bagi umat-Nya, sekaligus juga kebanggaan bagi bangsa.
Markus 11:1-11 mencatat bagaimana meriahnya suasana ketika para peziarah telah berkumpul di Yerusalem, yang pada masa kini kita sebut sebagai Minggu Palma. Melihat Yesus masuk ke gerbang kota dengan menunggang keledai, “banyak orang yang menghamparkan pakaiannya di jalan, ada pula yang menebarkan ranting-ranting hijau yang mereka ambil dari ladang. Orang-orang yang berjalan di depan dan mereka yang mengikut dari belakang berseru, “Hosana! Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, terpujilah Kerajaan yang datang, Kerajaan bapa kita Daud, hosana di tempat yang mahatinggi.” (ayat 8-10).
Namun, reaksi emosional yang Yesus rasakan berlawanan dengan apa yang dirasakan oleh orang banyak itu. Yesus menangisi Yerusalem (Lukas 19:41), karena mengetahui bahwa kota ini tidak mengakui penguasa dan rajanya (ayat 41-44; Matius 23:37-38). Bait Allah tidak lagi memenuhi fungsinya sebagai tempat untuk mendekatkan umat pada Allah, tetapi telah tercemar oleh orang-orang yang mau mencari untung.
Bait Allah memiliki area halaman sebagai tempat bagi orang non-Yahudi menyembah Allah. Pada tempat-tempat strategis, otoritas memasang rambu-rambu larangan yang bisa dilihat jelas agar orang-orang non-Yahudi ini tidak masuk ke area suci di bagian dalam. Saat Yesus mengunjungi Bait Allah, Dia mendapati bahwa area halaman ini dipenuhi oleh para pedagang dan penukar uang (ayat 15). Aktivitas jual beli ini dilakukan di area yang menjadi tempat satu-satunya bagi orang non-Yahudi untuk mencari dan menyembah Allah.
Kehadiran para pedagang dan penukar uang juga memancing amarah Yesus. Hukum Musa mengizinkan orang-orang miskin untuk mempersembahkan dua ekor merpati sebagai kurban. Namun, mereka dipaksa untuk membeli burung-burung itu dari para pedagang yang disetujui otoritas Bait Allah, seringkali dengan harga yang melambung tinggi. Mereka juga harus mengganti mata uang Romawi dengan mata uang Yahudi dengan biaya tukar yang jauh lebih mahal. Orang-orang miskin dirampok, tidak sekali, tapi dua kali: ketika mereka menukar uang, dan ketika mereka membeli dua merpati.
Dalam pandangan Yesus, Bait Allah sudah jadi seperti sarang penyamun sehingga Dia pun menyucikannya (Markus 11:15-19), dan menubuatkan kehancurannya (13:1-2). Bait Allah akhirnya dihancurkan oleh Romawi pada tahun 70 masehi. Inilah sebuah kenyataan pahit dari bangsa yang mengakui diri menyembah Allah, tetapi dalam hati dan perbuatan melakukan sebaliknya.
Hancurnya Bait Allah mengingatkan kita bahwa kita tidak dapat membuat Tuhan terkesan dengan bangunan gereja kita yang megah. Tuhan mencari orang-orang dengan hati yang menyesal dan mau berbalik pada-Nya. Kiranya kita menjadi orang-orang yang meratapi dosa-dosa, gereja, dan bangsa kita. Kiranya kita mengizinkan Allah untuk menjadikan hati kita baru.
Refleksi:
1. Bayangkan kamu menjadi salah satu murid Yesus dan kamu mengikuti-Nya masuk ke Yerusalem saat Minggu Palma. Kamu menyaksikan sambutan meriah dan juga gejolak hati Yesus, ketika Dia menangisi kota ini. Apa yang akan kamu rasakan? Mengapa?
2. Yesus menangisi Yerusalem, karena Israel telah meninggalkan Allah. Jika kamu ada di sana, apakah kamu akan ikut menangis bersama Yesus? Apakah kamu menangisi bangsamu, kotamu, bahkan gerejamu?
Doa:
Allah yang kekal dan mahakuasa, putra-Mu, Yesus menangisi Yerusalem, karena menolak kedatangan Mesias. Pandanglah kami dengan belas kasihan, sesuai dengan kesetiaan-Mu. Ketika kami mengakui dosa-dosa kami kepada-Mu, ciptakanlah dalam diri kami hati yang bersih, dan pulihkanlah kami ke dalam sukacita keselamatan-Mu.
Firman Tuhan, Alkitab
Tentang Rencana ini
Merenungkan penderitaan dan kematian-Nya di kayu salib akan memperdalam penghayatan kita akan betapa besarnya kasih-Nya pada kita. Dan, merenungkan kebangkitan-Nya pada Minggu Paskah memberi kita harapan baru akan masa depan. Siapkan hatimu dengan meluangkan waktu terbaikmu, lalu berdoalah agar setiap artikel yang tertulis dalam renungan ini membuka kembali relung-relung hatimu untuk menerima kasih Kristus yang begitu besar, yang telah diwujudkan-Nya dalam kematian dan kebangkitan-Nya!
More
Kami mengucapkan terima kasih kepada Our Daily Bread Asia Pacific yang telah menyediakan rencana ini. Untuk informasi lebih lanjut, silakan mengunjungi: https://www.warungsatekamu.org/