Rahmat Limpah Ruah Tiap HariSampel

Mencari Tuhan di Tengah Tumpukan Kerja dan Kertas
Sering kali kita membagi hidup kita ke dalam dua kotak: yang “rohani” dan yang “sekuler.” Ibadah hari Minggu terasa kudus dan bermakna, sementara daftar tugas hari Senin sampai Jumat terasa seperti beban yang harus diselesaikan.
Namun Tuhan tidak membatasi kehadiran-Nya hanya di dalam tembok gereja. Ia rindu hadir secara intim dalam setiap aspek hidup kita—termasuk dalam pekerjaan harian kita. Entah kamu seorang akuntan, guru, perawat, arsitek, atau orang tua yang mengurus rumah, setiap peran bisa menjadi bentuk penyembahan kepada Tuhan.
Saat kita terlibat dalam aktivitas yang kita anggap “rohani”—seperti memimpin pujian, membantu logistik gereja, atau bermain musik di panggung gereja—kita merasa bahwa tindakan itu kudus dan berarti. Tapi ketika kita menjalani pekerjaan sehari-hari, kita cenderung memisahkannya dari hal-hal rohani, seolah-olah Tuhan tidak terlibat di sana. Pola pikir ini bisa membuat kita merasa jenuh dan kehilangan makna, sehingga kita mulai mencari motivasi duniawi untuk terus maju: mengejar promosi, kekayaan, popularitas, dan kekuasaan demi kepentingan pribadi.
Kalau kita mengubah cara pandang kita, kita akan menemukan bahwa pekerjaan sehari-hari bisa menjadi kesempatan untuk memuliakan Tuhan. Entah kita sedang menghitung angka di kantor, melayani pelanggan, mengajar murid, atau merancang bangunan—semua itu bisa menjadi ekspresi penyembahan. Kita bisa melakukannya dengan integritas, semangat, dan hati yang tertuju untuk menghormati Tuhan. Ketika sikap dan tindakan kita selaras dengan prinsip-Nya, yang rohani dan yang sekuler tidak lagi terpisah. Pekerjaan biasa pun berubah menjadi ibadah.
Lihatlah kisah Yusuf. Ia tidak melayani di mimbar atau altar. Ia bekerja sebagai budak, lalu sebagai administrator. Tapi ia tetap menghormati Tuhan dalam pekerjaannya. Alkitab mencatat bahwa Yusuf berhasil karena Tuhan menyertai dia—bahkan saat ia masih menjadi budak. Ketika ia dipenjara secara tidak adil, ia tetap setia. Dan dalam hikmat-Nya, Tuhan mengangkat Yusuf menjadi orang nomor dua di Mesir, menggunakan pekerjaannya untuk menyelamatkan bangsa dari kelaparan.
Tuhan, dalam rencana-Nya yang agung, membawa Yusuf keluar dari lubang dan menempatkannya di posisi strategis. Melalui Yusuf, Tuhan menyelamatkan umat-Nya dan mempersiapkan jalan menuju Tanah Perjanjian.
Yusuf adalah bagian dari cerita besar Tuhan—sebuah kisah yang dimulai jauh sebelum ia lahir dan akan terus berlanjut setelah ia tiada. Dan dalam kisah itu, Yusuf memainkan peran penting—peran yang hanya bisa ia jalani—sebagai hamba Tuhan yang setia.
Begitu juga dengan kita. Kita adalah bagian dari kisah Tuhan yang Dia tulis, bahkan dalam pekerjaan kita sehari-hari.
Ketika kita menempatkan Tuhan sebagai yang utama dalam pekerjaan kita, tempat kerja kita menjadi altar persembahan. Pekerjaan kita menjadi pelayanan. Entah kita bekerja di kantor, mengajar di sekolah, mengurus rumah, atau memasak di dapur—semua itu bisa menjadi ibadah. Seperti yang dikatakan Paulus dalam Roma 12:1-2, apa pun yang kita lakukan, persembahkanlah sebagai korban yang hidup bagi Tuhan. Itulah ibadah kita.
Paulus juga mengingatkan kita untuk melakukan segala sesuatu seperti untuk Tuhan, bukan untuk manusia. Tidak ada pemisahan antara pelayanan dan pekerjaan sekuler. Segala sesuatu yang kita lakukan adalah bentuk pelayanan dan persembahan kepada Tuhan—dan itu tidak harus selalu terlihat di atas panggung gereja.
Kisah Yusuf menunjukkan bahwa Tuhan bisa memakai pekerjaan harian kita untuk menjalankan rencana-Nya yang besar. Ketika kita mempersembahkan hidup kita setiap hari kepada-Nya, Tuhan akan menuntun kita ke dalam rencana-Nya yang telah disiapkan. Kita mungkin belum tahu seperti apa rencana Tuhan untuk kita besok, tapi kita bisa yakin: ketika kita menyerahkan hidup kita sebagai persembahan kepada-Nya, rencana-Nya tidak akan pernah gagal.
Firman Tuhan, Alkitab
Tentang Rencana ini

Hidup jarang terbentuk dari momen-momen besar yang dramatis. Lebih sering, ia dibentuk oleh alarm pagi yang berbunyi terlalu cepat, daftar tugas yang belum selesai, dan detik-detik keraguan yang muncul di antara rapat dan waktu makan. Di tengah kesibukan, pergumulan dan tekanan, Tuhan hadir di tengah langkah kecil kita, di antara tugas-tugas yang belum selesai, di dalam keheningan yang kita anggap sepele. Dan di sanalah, kasih karunia-Nya menyapa. Kasih karunia Tuhan cukup—karena kasih karunia-Nya memberi segalanya. Ia tidak menahan apa pun. Ia tidak memberi setengah hati. Ia mencurahkan sepenuhnya.
More
Kami mengucapkan terima kasih kepada Henry Sujaya yang telah menyediakan rencana ini. Untuk informasi lebih lanjut, silakan mengunjungi: www.thehopemessage.com