Rahmat Limpah Ruah Tiap HariSampel

Rahmat Limpah Ruah Tiap Hari

HARI KE 10 DARI 30

Datanglah Apa Adanya

Di sebuah desa yang biasanya tenang di daerah Tirus dan Sidon, terjadi keributan. Yesus sedang bersama para murid-Nya, dan seorang perempuan Siro-Fenesia berteriak-teriak memanggil-Nya. Tapi Yesus tampak tidak menggubris. Bahkan para murid merasa terganggu dan meminta Yesus untuk menyuruhnya pergi.

Mari kita telaah kisah ini.

Seorang perempuan Kanaan datang dan berseru, “Tuhan, Anak Daud, kasihanilah aku! Anak perempuanku kerasukan setan dan sangat menderita.”

Ia menyapa Yesus dengan sebutan “Anak Daud”—gelar yang biasa digunakan oleh orang Yahudi. Seolah-olah ia mencoba mendekati Yesus dengan berpura-pura sebagai orang Yahudi, atau setidaknya menggunakan gaya Yahudi demi mendapat perhatian.

Namun Yesus tidak menjawab.

Yesus berkata, “Aku diutus hanya kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel.”

Yesus mulai memberi petunjuk, membuka jalan agar perempuan itu bisa menunjukkan siapa dirinya sebenarnya. Ia tahu siapa perempuan itu.

Perempuan itu lalu datang dan sujud di hadapan-Nya, memohon, “Tuhan, tolonglah aku!”

Yesus menjawab, “Tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing.”

Tunggu dulu—jawaban Yesus terdengar kasar, bukan? Tapi kuncinya ada pada kata “anjing.” Kata yang digunakan adalah kunarion, yang berarti “anak anjing” atau “anjing kecil,” sering kali merujuk pada hewan peliharaan yang disayang dalam rumah tangga. Jadi, bukan untuk merendahkan. Yesus sedang memberi celah bagi perempuan itu untuk menerima kasih karunia, bukan karena identitas atau pendekatannya, tapi semata-mata karena belas kasihan-Nya.

Perempuan itu menjawab, “Benar, Tuhan. Tetapi anjing pun makan remah-remah yang jatuh dari meja tuannya.”

Ia memahami bahwa kasih karunia adalah anugerah—diberikan secara cuma-cuma, bukan karena usaha atau kelayakan kita.

Lalu Yesus berkata, “Hai ibu, besar imanmu! Maka jadilah kepadamu seperti yang kaukehendaki.”

Yesus memuji imannya.

Izinkan aku memberi ilustrasi. Aku tumbuh di Indonesia, negara yang kaya akan keberagaman suku dan bahasa. Misalnya, aku adalah keturunan Tionghoa yang lahir di Jawa Barat, di mana orang berbicara bahasa Sunda. Lalu aku pindah ke Jawa Tengah, tempat orang berbicara bahasa Jawa. Suatu hari aku butuh bantuan dari tetangga baru. Aku punya prasangka bahwa ia mungkin tidak menyukai orang Tionghoa-Sunda, jadi aku mencoba mendekatinya dengan gaya “Jawa”—berbicara dalam dialek Jawa yang patah-patah.

Tapi ternyata, tetanggaku adalah orang yang tulus dan baik. Ia tidak peduli dengan etnis atau pendekatanku. Ia malah merespons dengan bahasa Jawa tingkat tinggi, hanya untuk bercanda. Aku pun akhirnya tersenyum dan berbicara dalam bahasa Indonesia—bahasa yang kami berdua pahami.

Ia tersenyum dan membantu. Sikapnya mengajarkanku bahwa ia tahu aku bukan orang Jawa, dan jika ia membantu, itu karena kasih, bukan karena aku berpura-pura atau berusaha dengan pendekatan tertentu.

Bayangkan jika ia langsung membantu saat aku berbicara Jawa patah-patah, aku mungkin akan berkata kepada orang lain, “Kalau mau dibantu, kamu harus bisa bahasa Jawa dulu.” Dan aku tidak akan pernah tahu bahwa tetanggaku sebenarnya tulus dan tidak memandang latar belakang.

Itulah kira-kira yang ingin Yesus tunjukkan kepada perempuan Kanaan. Ia ingin perempuan itu datang apa adanya, dan menyadari bahwa kasih karunia membuka pintu lebar-lebar. Ia ingin menunjukkan bahwa Ia adalah Tuhan yang baik, dan melalui Kristus, perempuan itu pun menjadi anak Allah.

Kita selalu bisa datang ke takhta kasih karunia yang berlimpah tanpa merasa harus memenuhi syarat tertentu. Semakin kita berusaha membuat diri kita layak, semakin jauh kita dari kasih karunia itu. Jadi, apakah kita masih seperti perempuan Kanaan, mencoba meyakinkan Tuhan dengan sesuatu? Dengan kepura-puraan? Dengan usaha atau persembahan kita? Dengan teriakan dan desakan?

Datanglah kepada Yesus apa adanya, karena Ia mengasihimu sebagaimana dirimu. Seperti lirik sebuah lagu Hillsong yang saya terjemahkan sebagai berikut:

"Tak ada yang bisa kau lakukan // yang membuat-Nya lebih mengasihimu // dan tak ada yang telah kau lakukan // yang membuat-Nya menutup pintu."

Firman Tuhan, Alkitab

Tentang Rencana ini

Rahmat Limpah Ruah Tiap Hari

Hidup jarang terbentuk dari momen-momen besar yang dramatis. Lebih sering, ia dibentuk oleh alarm pagi yang berbunyi terlalu cepat, daftar tugas yang belum selesai, dan detik-detik keraguan yang muncul di antara rapat dan waktu makan. Di tengah kesibukan, pergumulan dan tekanan, Tuhan hadir di tengah langkah kecil kita, di antara tugas-tugas yang belum selesai, di dalam keheningan yang kita anggap sepele. Dan di sanalah, kasih karunia-Nya menyapa. Kasih karunia Tuhan cukup—karena kasih karunia-Nya memberi segalanya. Ia tidak menahan apa pun. Ia tidak memberi setengah hati. Ia mencurahkan sepenuhnya.

More

Kami mengucapkan terima kasih kepada Henry Sujaya yang telah menyediakan rencana ini. Untuk informasi lebih lanjut, silakan mengunjungi: www.thehopemessage.com