Rahmat Limpah Ruah Tiap HariSampel

Tuhan Memegang Kendali
Baru-baru ini, aku berbincang dengan seorang sahabat yang sudah kukenal lebih dari 30 tahun. Kami sama-sama mengakui bahwa kami memikul ketakutan akan ketidakpastian.
Saat kuliah dulu, kami adalah mahasiswa teknik—terlatih untuk berpikir sistematis dan logis. Kami ingin setiap algoritma jelas, setiap kondisi if-then-else tertata rapi, dan setiap hasil bisa diprediksi dengan presisi.
Pola pikir itu langsung mengingatkanku pada kitab Pengkhotbah. Alih-alih menawarkan rumus untuk menghilangkan ketakutan, penulisnya justru menyampaikan kenyataan yang jujur: ketidakpastian adalah bagian dari hidup.
"Kesia-siaan belaka," keluhnya, mengungkapkan betapa sia-sianya usaha manusia untuk mengendalikan segalanya. Upaya kita untuk mengatur hasil hidup sering kali berujung pada kehampaan.
Kitab Pengkhotbah tidak menjanjikan kepastian atau prediktabilitas. Justru ia menyoroti betapa acaknya peristiwa-peristiwa dalam hidup. Namun, ia menawarkan satu solusi:
"Lihatlah, apa yang aku anggap baik dan tepat adalah: makan dan minum dan menikmati kesenangan dalam segala jerih payah yang dilakukan orang di bawah matahari, selama hidup yang diberikan Allah kepadanya—sebab itulah bagiannya. Dan setiap orang yang diberi Allah kekayaan dan harta benda dan kuasa untuk menikmatinya, untuk menerima bagiannya dan bersukacita dalam jerih payahnya—itu pun karunia Allah."
(Pengkhotbah 5:17–18, TB)
Kahlil Gibran pernah menulis dalam puisinya tentang kekhawatiran akan masa depan:
"Dan esok, apa yang akan dibawa esok bagi anjing yang terlalu berhati-hati, yang mengubur tulang di pasir tak berjejak sambil mengikuti para peziarah ke kota suci? Dan apakah ketakutan akan kekurangan bukanlah kekurangan itu sendiri? Bukankah rasa haus yang tak terpadamkan adalah rasa haus yang muncul saat sumurmu masih penuh?"
Saudaraku, singkatnya: Tuhanlah yang memegang kendali—bukan kita. Apa yang tampak acak bagi kita, tidaklah acak bagi-Nya. Ia tahu persis apa yang sedang Ia lakukan.
"Perhatikanlah pekerjaan Allah: siapa dapat meluruskan apa yang telah dibengkokkan-Nya? ... Maka manusia tidak dapat menemukan sesuatu tentang masa depannya." Demikian ucap Pengkhotbah.
Kuncinya adalah percaya bahwa Tuhan berdaulat. Kita mungkin hidup dalam ilusi bahwa kita mengendalikan segalanya, tapi itu hanyalah ilusi. Tuhan berkuasa. Kita tidak perlu khawatir.
Apakah hal-hal yang kamu takutkan akan terjadi atau tidak—apakah itu benar-benar penting? Selama Tuhan menyertaimu.
Dia cukup, bahkan di tengah ketakutan. Bahkan saat imanmu terasa kecil.
Aku pernah melihat cuplikan khotbah Rev. Nadia Bolz-Weber kepada enam bayi yang baru saja ia baptis. Ia berkata:
"Jangan takut—bukan karena dunia ini aman, tetapi karena Kerajaan itu sudah menjadi milikmu."
Aku belajar hal ini sepanjang perjalanan hidupku, dan aku masih terus belajar.
Pernah suatu kali aku meminta sesuatu kepada Tuhan dengan sangat spesifik—hingga ke tanggalnya—karena aku sangat terdesak. Dan Tuhan mengabulkannya. Bahkan ketika aku mencoba mengatur waktunya, Ia justru membalikkan hasilnya dengan cara yang lucu, meninggalkan jejak tangan-Nya yang tak terbantahkan.
Namun dalam banyak kasus, Tuhan tidak memberikan kepastian yang aku inginkan. Sebaliknya, Ia memelukku. Dan aku bisa merasakannya—seolah Ia berkata, “Akulah jawabannya,” atau “Aku menyertaimu.” Ia tidak menunjukkan masa depan seperti bola kristal. Ia menunjukkan diri-Nya sendiri.
Itulah semangat kitab Pengkhotbah. Ia meratapi ketidakpastian dan keacakan hidup, namun secara halus mengundang kita untuk menukar keinginan kita akan kendali dengan sukacita akan kehadiran Tuhan di saat ini—sebagai hadiah.
Satu hal yang pasti: Tuhan akan berjalan di depan kita.
Firman Tuhan, Alkitab
Tentang Rencana ini

Hidup jarang terbentuk dari momen-momen besar yang dramatis. Lebih sering, ia dibentuk oleh alarm pagi yang berbunyi terlalu cepat, daftar tugas yang belum selesai, dan detik-detik keraguan yang muncul di antara rapat dan waktu makan. Di tengah kesibukan, pergumulan dan tekanan, Tuhan hadir di tengah langkah kecil kita, di antara tugas-tugas yang belum selesai, di dalam keheningan yang kita anggap sepele. Dan di sanalah, kasih karunia-Nya menyapa. Kasih karunia Tuhan cukup—karena kasih karunia-Nya memberi segalanya. Ia tidak menahan apa pun. Ia tidak memberi setengah hati. Ia mencurahkan sepenuhnya.
More
Kami mengucapkan terima kasih kepada Henry Sujaya yang telah menyediakan rencana ini. Untuk informasi lebih lanjut, silakan mengunjungi: www.thehopemessage.com