Rahmat Limpah Ruah Tiap HariSampel

Kilau Kesuksesan Duniawi
Dalam dunia korporat, kesuksesan sering kali diukur dari status, kekayaan, dan kekuasaan. Dan jujur saja—bukan hanya di tempat kerja. Media sosial membanjiri kita dengan gambar-gambar orang yang memamerkan pencapaian, harta, dan gelar mereka.
Di acara tahunan perusahaan, biasanya ada momen untuk merayakan “pahlawan” perusahaan—mereka yang berhasil mendongkrak keuntungan dan mencapai target. Mereka dihujani kemewahan dan pengakuan, dan secara alami, banyak dari kita terdorong untuk mengejar hal yang sama.
Aku ingat, saat masih menjadi karyawan junior, aku melihat para pemimpin yang dirayakan di atas panggung dan diam-diam berharap bisa menjadi seperti mereka. Karisma, kepercayaan diri, dan kesuksesan mereka begitu memikat.
Namun, kesuksesan menurut dunia tidak lepas dari jebakan.
Dalam bukunya Navigating Work Challenges, Timothy Goh menceritakan pengalamannya saat muda. Sebagai pengacara muda, ia mengagumi seorang pengacara senior yang ia temui di Karachi, Pakistan. John (bukan nama sebenarnya) adalah pengacara korporat sukses yang memiliki segalanya: gaji tinggi, karier gemilang yang membawanya keliling dunia, bahkan bisnis karpet sampingan. Suatu kali, di tengah diskusi panas, John tiba-tiba berdiri dan menyuruh semua orang tetap di ruangan. Ia kembali dengan lebih dari 20 cerutu, meletakkannya di atas meja dan berkata, “Saya tidak peduli kalau kalian tidak merokok—kalian semua harus merokok!” Sikapnya menunjukkan kepribadian yang dominan. Sayangnya, kisah John berakhir tragis. Bertahun-tahun kemudian, ia melakukan kesalahan fatal dalam sebuah proyek di Amerika Selatan yang berujung pada tuntutan pidana dan hukuman penjara. Di balik kesuksesan duniawinya, ia kehilangan kompas moral.
Budaya yang mendominasi dunia kerja adalah budaya status dan kekayaan. Pahlawan di dunia kerja adalah mereka yang tampak berhasil meraih kekayaan dan kekuasaan lewat kerja keras dan ambisi. Kita tentu patut menghormati mereka yang bekerja keras dan berhasil tanpa kecurangan atau eksploitasi. Namun bagi kita, panutan utama bukanlah mereka—melainkan Yesus Kristus.
Penulis kitab Pengkhotbah mengingatkan bahwa mengejar kekayaan, pengetahuan, atau kesenangan pada akhirnya adalah sia-sia tanpa Tuhan. Kepuasan sejati datang saat kita menerima hidup sebagai anugerah dari tangan-Nya:
"Tidak ada yang lebih baik bagi manusia dari pada makan dan minum dan bersenang-senang dalam jerih payahnya. Aku menyadari bahwa ini pun dari tangan Allah."
(Pengkhotbah 2:24, TB)
Sangat mudah bagi kita untuk tergelincir dan terpesona oleh kilau kekayaan dan status di dunia kerja, bahkan sampai membenarkan tindakan yang keliru atau kehilangan arah. Seperti yang Asaf akui dalam Mazmur 73:
"Tetapi aku, sedikit lagi maka kakiku terpeleset, nyaris aku tergelincir, karena aku cemburu kepada pembual, kalau aku melihat kemujuran orang fasik."
(Mazmur 73:2, TB)
Namun setelah merenung lebih dalam, pemazmur menyadari bahwa harta sejati dan bagian yang kekal, baik di bumi maupun di surga, tidak lain adalah Tuhan sendiri:
"Siapa gerangan ada padaku di sorga selain Engkau? Selain Engkau tidak ada yang kuingini di bumi. Sekalipun dagingku dan hatiku habis lenyap, gunung batu hatiku dan bagianku tetaplah Allah selama-lamanya."
(Mazmur 73:25–26, TB)
Memang baik bagi kita untuk bercita-cita mencapai potensi tertinggi. Sebagai profesional, kita boleh mengejar puncak kesuksesan—namun dengan menjadikan Yesus sebagai teladan utama. Ketika hati kita selaras dengan kasih Kristus dan kita mengakui Tuhan sebagai bagian kita, maka melalui pencapaian kita, Tuhan dapat memakai kita untuk menjadi saluran berkat bagi dunia.
Seperti yang dikatakan oleh C.T. Studd, seorang misionaris:
"Hanya satu kehidupan, segera berlalu; hanya yang dilakukan untuk Kristus yang akan bertahan."
Firman Tuhan, Alkitab
Tentang Rencana ini

Hidup jarang terbentuk dari momen-momen besar yang dramatis. Lebih sering, ia dibentuk oleh alarm pagi yang berbunyi terlalu cepat, daftar tugas yang belum selesai, dan detik-detik keraguan yang muncul di antara rapat dan waktu makan. Di tengah kesibukan, pergumulan dan tekanan, Tuhan hadir di tengah langkah kecil kita, di antara tugas-tugas yang belum selesai, di dalam keheningan yang kita anggap sepele. Dan di sanalah, kasih karunia-Nya menyapa. Kasih karunia Tuhan cukup—karena kasih karunia-Nya memberi segalanya. Ia tidak menahan apa pun. Ia tidak memberi setengah hati. Ia mencurahkan sepenuhnya.
More
Kami mengucapkan terima kasih kepada Henry Sujaya yang telah menyediakan rencana ini. Untuk informasi lebih lanjut, silakan mengunjungi: www.thehopemessage.com